http://rund12.blogspot.com/2011/04/manusia-dan-keindahan.html
Keindahan
Keindahan
berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek
dan sebagainya. Benda yang mempunyai sifat indah ialah segala hasil
seni, (meskipun tidak semua hasil seni indahl, pemandangari alam
(pantai, pegunungan, danau, bunga-bunga di lereng gunung), manusia
(wajah, mata, bibir, hidung, rambut, kaki, tubuh), rumah (halaman,
ta13nan, perabot rumah tangga dan sebagainya), suara, warna dan
sebagainya. Keindahan adalah identik dengan kebenaran.
Menurut The
Liang Gie dalam bukunya “G,a-ris Besar Estetik” (Filsafat
Keindahan) dalam bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan
kata “beautiful”, Perancis “beau”, Italia dan Spanyol
“bello”, kata-kata itu ber¬asal dari- bahasa Latin “bellum”.
Akar katanya adalah ”bonum” yang berarti kebaikan kemudian
mempunyai bentuk pengecilan menjadi’ ”bonellum” dan terakhir
dipendekkan sehingga ditulis “bellum”.
Manusia
setiap waktu memperindah diri, pakaian, rumah, kendaraan dan
sebagainya agar segalanya tampak mempesona dan menyenangkan bagi yang
melihatnya. Semua ini menunjukkan betapa manusia sangat gandrung dan
mencintai keindahan. Seolah-olah keindahan termasuk konsumsi vital
bagi indera manusia. Tampaknya kerelaan orang mengeluarkan dana yang
relatif banyak untuk keindahan dan menguras tenaga serta harta untuk
menikmatinya, seperti bertamasya ke tempat yang jauh bahkan
berbahaya, hal ini semakin mengesankan betapa besar fungsi dan arti
keindahan bagi seseorang. Agaknya semakin tinggi pengetahuan, kian
besar perhatian dan minat untuk menghargai keindahan dan juga semakin
selektif untuk menilai dan apa yang harus dikeluarkan untuk
menghargainya, dan ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang
yang dapat menghayati keindahan.
Keindahan sebagai
suatu kualitas abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang
indah
Menurut cakupannya orang harus membedakan keindahan
sebagai suatu kualita abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang
indah. Untuk pembedaan itu dalam bahasa Inggris sering dipergunakan
istilah “beauty” (keindahan) dan “the beautiful” (benda atau
hal indah). Dalam pembatasan filsafat, kedua pengertian ini
kadang-kaang dicampuradukkan saja.
Keindahan
seluas-luasnya
Menurut
luasnya pengertian keindahan dibedakan menjadi 3, yaitu :
1.
Keindahan dalam arti luas.
Selanjutnya The Liang Gie
menjelaskan.bahwa keindahan dalam arti luas mengandung pengertian ide
kebaikan. Misalnya Plato menyebut watak yang indah dan hukum yang
indah, sedangkan Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu
yang baik dan juga menyenangkan.
Jadi pengertian yang
seluas-Iuasnya meliputi :
• keindahan seni
• keindahan
alam
• keindahan moral
• keindahan intelektual.
2.
Keindahan dalam arti estetik murni.
Keindahan dalam arti estetik
murni menyangkut pengalaman estetik seorang dalam hubungannya dengan
segala sesuatu yang diserapnya.
3. Keindahan dalam arti
terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan
Keindahan dalam arti
yang terbatas, mempunyai arti yang lebih disempitkan sehingga hanya
menyangkut benda-benda yang dapat diserap dengan penglihatan, yakni
berupa keindahan bentuk dan warna. keindahan tersusun dari berbagai
keselarasan dan kebalikan dari garis, warna, bentuk, nada, dan
kata-kata. Ada pula yang berpendapat bahwa keindahan adalah suatu
kumpulan hubungan-hubungan yang selaras dalam suatu benda dan di
antara benda itu dengan si pengarnat.
Nilai
Estetik
Dalam rangka teori umum tentang nilai The Liang
Gie menjelaskan bahwa, pengertian keindahan dianggap sebagai salah
satu jenis nilai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomi, nilai
pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan segala
sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai
estetik. Dalam ”Dictionary of Sociology and Related Science”
diberikan rumusan tentang nilai sebagai berikut : ”The believed
Capacity of any object to saticgy a human desire. The Quality of any
object which causes it be of interest to an individual or a group”
(Kemampuan yang dianggap ada pada suatu benda yang dapat memuaskan
keinginan manusia. Sifat dari suatu benda yang menarik minat
seseorang atau suatu kelompok).
Hal itu berarti, bahwa nilai
adalah semata-mata adalah realita psikologi yang harus dibedakan
secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan
bukan pada hendaknya itu sendiri. Nilai itu (oleh orang) dianggap
terdapat pada suatu benda sampai terbukti letak kebenarannya.
Nilai
Ekstrinsik Dan Nilai Instrinsik
Nilai itu ada yang
membedakan antara nilai subyektif dan obyektif, Tetapi penggolongan
yang penting ialah :
Nilai Ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu
benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya (instrument
/ contributory), yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau
membantu.
Nilai Instrinsik adalah sifat baik dari benda yang
bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan
benda itu sendiri.
Contoh :
1. Puisi bentuk puisi yang terdiri
dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, itu disebut nilai
ekstrinsik. Sedangkan pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca
melalui (alat benda) puisi itu disebut nilai instrinsik.
2. Tari,
tarian Darmawulan – Minak Jinggo suatu tarian yang halus dan kasar
dengan segala macam jenis pakaian dan gerak – geriknya.
Tarian
ini merupakan nilai ekstrinsik,sedangkan pesan yang ingin disampaikan
oleh tarian itu ialah kebaikan melawan kejahatan merupakan nilai
instrinsik.
Kontemplasi Dan Ekstansi
Kontemplasi
adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah
yang merupakan suatu proses bermeditasi merenungkan atau berpikir
penuh dan mendalam untuk mencari nilai-nilai, makna, manfaat dan
tujuan atau niat suatu hasil penciptaan.
Ekstansi adalah dasar
dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu
yang indah.
Manusia menciptakan berbagai macam peralatan untuk
memecahkan rahasia gejala alami tersebut. Semuanya ini dilakukan dan
hanya bisa terjadi berdasarkan resep atau pemikiran pendahuluan yang
dihasilkan oleh kontemplasi. Siklus kehidupan manusia dalam lingkup
pandangan ini menunjukkan bahwa kontemplasi selain sebagai tujuan
juga sebagai cara atau jalan mencari keserba sempurnaan kehidupan
manusia.
Teori-Teori Dalam Renungan
Renungan
berasal dari kata renung; artinya diam-diam memikirkan sesuatu, atau
memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil
merenung. Dalam merenung untuk menciptakan seni ada beberapa teori
antara lain : teori pengungkapan, teori metafisik dan teori
psikologis.
- Teori Pengungkapan.
Dalil teori ini ialah bahwa
“arts is an expresition of human feeling” ( seni adalah suatu
pengungkapan dari perasaan manusia) Teori ini terutama bertalian
dengan apa yang dialami oleh seorang seniman ketika menciptakan karya
seni. Tokoh teori ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf Italia
Benedeto Croce (1886-1952) Beliau antara lain menyatakan bahwa “Seni
adalah pengungkapan pesan-pesan) expression adalah sama dengan
intuition, dan intuisi adalah pegnetahuan intuitif yang diperoleh
melalui penghayatan tentagn hal-hal individual yang menghasilkan
gambaran angan-angan (images).”
Seorang tokoh lainnya adalah Leo
Tolstoi dia menegaskan bahwa kegiatan seni aalah memunculkan dalam
diri sendiri suatu perasaan yagn seseorang telah mengalaminya dan
setelah memunculkan itu kemudian dengan perantaraan berbagai gerak,
garis, warna, suara dan bentuk yang diungkapkan dalam kata-kata
memindahkan perasaan itu sehingga orang-orang mengalami perasaan yang
sama.
- Teori Metafisik
Teori seni yang bercotak metafisik
merupakan salah satu contoh teori yang tertua, yakni berasal dari
Plato yang karya-karyanya untuk sebagian membahas estetik filsafat,
konsepsi keindahan dari teori seni. Mengenai sumber seni Plato
mengungkapkan suatu teori peniruan (imitation teori). Ini sesuai
dengan metafisika Plato yang mendalikan adanya dunia ide pada tarat
yang tertinggi sebgai realita Ilahi. Paa taraf yang lebih rendah
terdapat realita duniawi ini yang merupakan cerminan semu dan mirip
realita ilahi. Dan karyu seni yang dibuat manusia adalah merupakan
mimemis (tiruan) dari ralita duniawi
- Teori Psikologis
Para
ahli estetik dalam abad modern menelaah teori-teori seni dari sudut
hubungan karya seni dan alam pikiran penciptanya dengan mempergunakan
metode-metode psikologis. Misalnya berdasarkan psikoanalisa
dikemukakan bahwa proses penciptaan seni adalah pemenuhan
keinginan-keinginan bawah sadar dari seseorang seniman. Sedang karya
seni tiu merupakan bentuk terselubung atau diperhalus yang wujudkan
keluar dari keinginan-keinginan itu. Teori lain lagi yaitu teori
permainan yang dikembangkan oleh Fredrick Schiller (1757 -1805) dan
Herbert Spencer ( 1820 – 1903 ) menurut Schiller, asal seni adalah
dorongan batin untuk bermain-main (play impulse) yang ada dalam diri
seseorang. Seni merupakan semacam permainan menyeimbangkan segenap
kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi
yang harus dikeluarkan. Dalam teori penandaan (signification theory)
memandang seni sebagai lambing atau tanda dari perasaan
manusia.
Stusi Kasus :
KOMPASIANA.COM – Indonesia
memang dikenal sebagai juaranya korupsi di dunia. Sudah
bertahun-tahun Indonesia berperingkat terbawah sebagai negara
terkorup di dunia dan seakan tak ada prospek beranjak dari keburukan
ini. Terakhir, Transparency International Indonesia merilis peringkat
indeks korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2009 berada pada posisi
111. Ini memang sangat memiriskan. Bangsa yang besar ini dipandang
sangat ‘kotor’ akibat korupsinya yang merajalela. Ibu Pertiwi
pasti menangis jika melihat anak bangsa saat ini sebagai juara
korupsi.
Lantas, banyak orang berpikir bahwa korupsi yang sudah
sedemikian parah ini dihubungkan dengan masalah moral. Akar
permasalahan utama korupsi di Indonesia adalah moralitas bangsa yang
bobrok, korup dan ambruk. Benarkah demikian? Pantaslah kita untuk
mendiskusikannya agar kita tidak serta merta memercayai statement
bahwa parahnya korupsi di Indonesia ini akibat moral bangsa yang
buruk. Kita tidak boleh luruh hanya mengkambinghitamkan masalah moral
sebagai penyebab suburnya korupsi di indonesia.
Sayangnya, begitu
banyak terdengar upaya kampanye sederhana (soft campaigne), baik
pemerintah, tokoh masyarakat, NGO/LSM, hingga tokoh-toko agama
tentang seruan serta imbauan kepada masyarakat untuk terus
memperbaiki akhlak dan nilai-nilai moral yang selama ini dianggap
biang terjadinya korupsi di Indonesia. Media yang digunakan beragam,
mulai dari iklan TV, Koran, Majalah, Tabloid hingga pamflet dan
selebaran, yang intinya adalah menekankan kepada masyarakat bahwa,
“jika ingin korupsi dibasmi, maka perbaikilah moral dan akhlak
dasar kita, sebab moral yang bobrok merupakan akar penyebab korupsi
di Indonesia”.
Upaya tersebut tidaklah salah, tetapi sangat
berpotensi keliru memandang persoalan secara objektif dan
komprehensif. Bahkan kekhawatiran terbesar masyarakat adalah bisa
saja upaya kampanye anti korupsi yang terus menerus menyudutkan
masalah moral sebagai biang keladi menjamurnya korupsi, hanya
dijadikan sebagai upaya “cuci tangan” dan “pengalihan isu”
dari para pejabat korup. Kita perlu memandang masalah moralitas ini
sangat rawan untuk dipermainkan oleh pihak-pihak yang sebenarnya
terlibat dalam korupsi. Bisa saja isu moralitas ini hanya sebagai
upaya lempar batu sembunyi tangan.
Memandang korupsi sebagai
masalah moral ini juga bisa menciptakan ketidakmampuan menguraikan
jenis-jenis korupsi secara detail dan kegagalan menciptakan
solusinya. Ada resistensi yang timbul karena rasa pesimistis
berlebihan sebagai akibat kegagalan menguraikan kerumitan
benang-benang korupsi. Ini karena masalah moral begitu luas dan cara
penanganannya juga sangat luas. Jadi, tidak sekedar menangani
penyebab dari satu aspek saja, lalu lantas masalah moral selesai dan
korupsi pun punah.
Lantas, orang berpikir karena masalah moral
maka yang harus dibenahi moral bangsa adalah lewat pendidikan yang
bermoral. Ini jelas terlalu luas dan tidak langsung mengenai sasaran
karena pendidikan lebih condong pada pembentukan karakter dasar. Dan,
seringkali karakter itu takluk pada determinan lingkungan yang lebih
mencerminkan kondisi yang sesuai pada realitas kekinian. Lingkungan
mampu menciptakan pengaruh yang menjadikan orang yang dibentuk
pendidikan larut dalam hegemoni lingkungan.
Menangani korupsi
lewat pendidikan memang perlu, tetapi ini hanya pada proses
penciptaan fundamental saja. Pendidikan yang menciptakan moralitas
utama lebih disepakati sebagai upaya penanaman pondasi moral bahwa
korupsi itu adalah tindakan laknat yang menghancurkan sendi-sendi
kehidupan bangsa. Sekaligus pendidikan moral ada untuk membangun
benteng moral agar tidak terjebol oleh serangan biadab korupsi
implisit maupun eksplisit. Namun demikian, moralitas yang dibentuk
pendidikan tidak bisa digunakan sebagai tameng secara terus menerus
untuk menghadang korupsi.
Berdasarkan penjelasan diatas. Menurut
saya keindahan itu adalah suatu anugerah atau kelebihan yang
diberikan oleh tuhan kepada kita. Oleh karena itu kita harus
mensyukuri apa yang sudah ada. Jangan disia siakan karena itu
merupakan karunia yang tak bernilai harganya.